(Klik pada gambar untuk memperbesar)
Starry-Night
Post-Impresionisme merupakan gerakan seni rupa pada tahun 1880-an. Sesuai dengan namanya, gerakan itu merupakan kelanjutan dari Impresionisme. Seniman-seniman Post-Impresionisme pertama-tama mendapat pengaruh dari gerakan Impresionisme, namun kemudian menolaknya, kecuali beberapa unsurnya yang mendasar seperti penggunaan warna yang cemerlang atau penggunaan warna-warna cerah.
Post-Impresionisme bukan merupakan gaya tunggal, melainkan meliputi beberaoa kecenderungan gaya. Beberapa seniman Post-Impresionis, seperti Cezanne dan Seurat menghidupkan kembali unsur Klasikisme. Seniman yang lain, misalnya Van Gogh dan Gauguin, memasukkan unsur Romantikisme dalam gayanya.
Dalam Post-Impresionisme berkembang beberapa gerakan, misalnya Divisionisme, yang disebut juga Neo-Impresionisme atau Pointilisme, dan Simbolisme atau dalam seni lukis disebut Sintetisme. Beberapa Seniman Post-Impresionisme yang lain mengembangkan gayanya sendiri secara lebih bebas.
Georges Seurat adalah tokoh utama gerakan Divisionisme atau Neo-Impresionisme. Divisionisme mendasarkan gayanya pada pencampuran warna secara optik, dengan tehnik broken color, yang telah dirintis oleh Constable dan Delacroix. Gaya ini juga menggunakan goresan pendek-pendek Impresionisme.
Gaya Divisionisme atau Pointilisme Seurat muncul dari Impresionisme, yang mempertahankan tema yang realistik dan warna yang cerah. Contoh karya pointilisme Seurat adalah A Sunday Afternoon at the Grande Yatte (1884-1886).
A Sunday Afternoon at the Grande Yatte
Paul Cezanne, lukisannya juga mengutamakan struktur komposisi dari pada ekspresi perasaan. Cezanne mengikuti pendekatan Poussin dalam menggambarkan alam dan menjadikan Impresionisme lebih kuat dari monumental. Ia tidak tertarik dengan tehnik Impresionisme yang mengorbankan bentuk. Ia tidak setuju dengan konsep cahaya yang mengaburkan dan melarutkan bentuk-bentuk, seperti pada karya Monet.
Cezanne menggunakan tema dari kenyataan, tetapi ia mengungkapkan melalui penyederhanaan bentuk secara geometrik, yang didasarkan pada bentuk konis, bola dan silinder.
Cezanne juga menemukan metode baru untuk menentukan ruang yang disebut color modeling. Dalam metode ini, warna digunakan secara terpisah untuk mewujudkan perspektif, sebagai alternatif untuk perspektif garis dari seni rupa Renaisans. Pemikiran dasarnya ialah penggunaan warna panas dan warna dingin, dengan efek timbul-tenggelamnya, untuk menciptakan sistem ruang secara junkstaposisi.
Dalam melukis pemandangan alam, ia tidak melupakan tehnik open air. Dan lukisan Mount Sainte-Victoire beberapa kali ia lukiskan dan dari beberapa lukisannya itu kita bisa melihat perkembangan gayanya. Yang kemudian menjadi pengaruh pelukis Kubisme.
Mount Sainte-Victoire
Vincent Van Gogh juga mendapat pengaruh metode open-air dan warna terang Impresionisme, tetapi tidak mengikuti Impresionisme yang ortodoks. Kebanyakan lukisannya didasarkan pada objek alam, tetapi dengan menekankan perasaan berdasarkan penglihatan batinnya.
Karyanya yang paling terkenal adalah Starry Night (1889).
Starry Night
Van gogh mengungkapkan bahwa goresan bisa mewakili emosi perasaannya.
Paul Gauguin merupakan tokoh utama gerakan Simbolis dalam seni lukis. Simbolis merupakan gerakan dalam bidang sastra dan seni rupa yang berusaha menemukan tanggapan subjektif tentang dunia dan menolak naturalisme ataupun Impresionisme. Istilah lain untuk gerakan ini adalah Sintetisme yang merupakan sintesis antara pengalaman nyata dan pandangan batin. Gayanya masih menggunakan warna terang Impresionisme, tetapi meninggalkan unsur naturalisme. Lukisan Simbolis Gauguin mengandalkan bidang warna datar dan bentuk yang disederhanakan, dengan kontur hitam seperti pada kaca patri Abad Pertengahan. Warna-warnanya juga bukan warna alami.
Seperti pada karyanya yang berjudul Vision After the Sermon (1888).
Vision After the Sermon
Henri de Toulouse-Lautrec mendapat pengaruh dari lukisan Degas. Ia memiliki kepekaan menggambarkan orang-orang yang tinggal di lingkungan buruk tempatnya hidup. Seperti pada lukisannya At the Moulin Rouge (1892).
At the Moulin Rouge
Pengaruh Degas jelas tergambar dalam lukisan ini, tampak pada penggambaran objek secara realistik dan efek cropping yang arbitrer. Garis-garis yang melengkung menunjukkan pengaruh Gauguin, demikian juga warna yang ekspresif, misalnya warna hijau pada wajah wanita di bagian kanan lukisan.
Edvard Munch mendapatkan pengaruh dari Van Gogh, Gauguin, dan Toulouse-Lautrec. Ia mensintesiskan pengaruh dari ketiga seniman tersebut menjadi gaya lukisan yang sangat personal yang menjadi sumber munculnya Ekspresionisme.
The Scream (1893) adalah salah satu karyanya dari hasil sintesis penggabungan gaya dari pengaruh ketiga seniman Van Gogh, Gauguin, dan Toulouse-Lautrec.
The Scream
Henri Rosseau merupakan seniman yang melukis atas kepolosannya. Bakatnya ditemukan oleh Picasso. Dan lukisannya menggambarkan gaya Dekoratif. Salah satu contoh lukisannya adalah The Snake Charmer (1907)
The Snake Charmer
Sekian dulu post-nya.. Semoga bisa bermanfaat. Dan kalo ada salah atau kurang, mohon pembenaran dan tambahannya.. Makasih.. :)
sangat bermanfaat terutama bagi para calon guru dan maupun seniman untuk di jadikan sebagai salah satu sumber ajaran atau sekedar sebagai referensi...
BalasHapuspadang, sabtu:12-03-2016